Seorang pria warga Tulungagung, Jawa Timur, sudah lama memelihara kucing-kucing langka. Pria bernama Rudi Utomo (36) itu berhasil mengembangbiakkan kasta ras kucing tertinggi di dunia, salah satunya Spinx.
“Ras Spinx ini sebagai kasta kucing yang paling tinggi,” tutur Rudi, Jumat (29/11/2013).
Secara fisik, hewan karnivora yang berada di kerangkeng itu memang unik. Tidak terlihat sehelai bulu pun tumbuh di kulitnya. Tidak seperti lazimnya kucing yang berbulu tebal. Dari ujung kepala, kaki hingga ujung ekor, Spinx terlihat bersih mulus, serupa domba biri-biri yang baru keluar dari ruang cukur.
“Ciri khasnya memang mulus tak berbulu,” terang pria warga RT 01/02, Desa/Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, itu.
Nama Spinx sendiri mengingatkan pada salah satu keajaiban dunia di Mesir. Sebuah batu kuno berukuran raksasa di sebelah piramida dengan konstruksi pahatan badan singa berkepala manusia. “Ini memang dari Mesir, tempat Ratu Cleopatra bermukim,” cetusnya.
Suami dari Karmini (34) itu menambahkan, dari penampilan sepintas, Spinx terkesan memiliki tabiat liar dan agresif, namun sebenarnya tidak. Ini terlihat saat dikeluarkan dari kandang, Spinx yang sempat berputar-putar sejenak, ternyata melunak. Ia mendekat, mendengus, menyambut mesra setiap elusan tangan siapa pun.
“Aslinya kucing ini suka bermanja-manja. Gayanya saja yang liar,” terangnya.
Secara fisik, Spinx juga berbeda dalam paras. Kucing ini berstruktur tegak. Telinganya menjulang, melebar, menyerupai daun telinga kelelawar. Bagian tubuhnya secara umum ramping.
Tidak hanya sekedar hobi, hewan yang diperoleh dari komunitas Indonesian Cat Association (ICA) itu juga diperdagangkan.
Untuk anak Spinx berusia tiga bulan, Rudi mematok harga antara Rp12,5 juta dan Rp15 juta.
“Kalau harga indukanya bisa mencapai Rp30 juta. Bila beli impor langsung dari luar negeri bisa mencapai Rp70 juta,” sebutnya.
Rudi mengklaim sebagai satu-satunya pemilik kucing ras Spinx di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Bali, dan Jawa Tengah. “Ini sudah ada anaknya yang dipesan orang Bali,” ujarnya.
Tidak hanya Spinx, Rudi juga memiliki koleksi kucing ras kaki pendek (Muncskin), berasal dari Swiss. Di dunia komunitas pecinta kucing, Muncskin juga memiliki kasta setara dengan Spinx. Meski gesture wajah tidak jauh beda dengan kucing kebanyakan, Muncskin memiliki keunikan pada dua pasang kakinya, yakni lebih pendek dibanding kucing pada umumnya. Kondisi itu membuat Muncskin terlihat ceper dan lebih lucu.
“Harga jualnya sama. Kalau pun selisih tidak terpaut jauh,” ujarnya.
Di luar dua ras itu, masih ada kucing peliharaan Rudi lainnya, yakni ras Bengal, jenis langka dengan penampilan menyerupai Cheetah. Binatang ini berasal dari Amerika Latin. “Ini juga masuk golongan ras tertinggi di dunia, “ ucapnya.
Saat ini Rudi memiliki 22 ekor kucing. Awalnya, ia hobi memelihara kucing, namun kelamaan menjadikannya sebagai mata pencaharian, yakni sejak akhir 1999.
Ia memulainya dengan membeli kucing Persia. Bermodal itu, ia tekun mengikuti acara yang digelar komunitas pecinta kucing hias. Dengan keterlibatanya yang aktif, Rudi mengetahui daur hidup kucing, yakni mulai harapan hidup kucing jantan berusia 24 tahun dan betina 17 tahun, hingga bagaimana mengatasi penyakit jamur pada telinga dan ekor.
Ia juga hafal masa birahi kucing yang hadir setiap 21 hari sekali atau masa bunting yang mencapai 65 hari.
Untuk memudahkan mengetahui lokasi serta keturunan kucing tersebut, ada microchip yang ditanam di dalam hewan tersebut.
“Binatang ini bisa diketahui sebagai keturunan atau generasi keberapa. Microchip yang ada di tubuhnya itu juga untuk mendeteksi keberadaanya. Saya termasuk salah satu orang yang memiliki sertifikat ICA. Di Indonesia anggota ICA sekitar 4.500 orang. Untuk Tulungagung sendiri anggotanya 33 orang,” bebernya.
Rudi bisa memperoleh manfaat ekonomis dari hobinya. Setiap bulan ia rata-rata mampu menjual dua sampai tiga ekor kucing. “Dari hasil itu Alhamdulillah tahun ini saya bisa umroh ke Tanah Suci. Dari semula hobi, kegiatan ini sekarang sepenuhnya menjadi mata pencaharian,” pungkasnya.