Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis.
Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.
Istilah lain yang sering digunakan adalah meninggal, wafat, tewas, atau mati.
Dalam agama Islam, kematian tidak lepas dari campur tangan gaib yakni Malaikat Maut, yang bertugas mencabut nyawa manusia.
Peristiwa itu tidak menjadi masalah jika hanya ada satu manusia yang dicabut nyawanya dalam periode atau waktu tertentu.
Lantas, ada pertanyaan bagaimanakan malaikat maut mencabut nyawa jika yang meninggal lebih dari satu, bagaimanakah proses pencabutan nyawanya.
Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina Konsultasisyariah.com, mengatakan dalam al-Quran, Allah menjelaskan bahwa malaikat maut memiliki banyak rekan di kalangan malaikat ketika mematikan para hamba Allah.
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لا يُفَرِّطُونَ
Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (QS. Al-An’am: 61)
Baca Juga: Malaikat Izrail Itu Tidak Ada Dalam Alquran
Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa makna ’ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami’ adalah bahwa ada banyak malaikat yang ditugaskan untuk mewafatkan.
Kemudian al-Hafidz Ibnu Katsir membawakan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
قال ابن عباس وغير واحد: لملك الموت أعوان من الملائكة، يخرجون الروح من الجسد، فيقبضها ملك الموت إذا انتهت إلى الحلقوم
Ibnu Abbas dan ulama lainnya mengatakan, ”Malaikat maut memiliki beberapa teman di kalangan malaikat. Mereka mengeluarkan ruh dari jasad. Hingga ketika ruh sudah mencapai tenggorokan, malakul maut yang mencabutnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/267).
Dalil lain yang menunjukkan bahwa malakul maut (malaikat pencabut nyawa) ditemani banyak malaikat ketika mematikan manusia, adalah hadis dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ
Sesungguhnya hamba yang beriman ketika hendak meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turunlah malaikat dari langit, wajahnya putih, wajahnya seperti matahari. Mereka membawa kafan dari surga dan hanuth (minyak wangi) dari surga. Merekapun duduk di sekitar mayit sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut ‘alaihis salam. Dia duduk di samping kepalanya.. (HR. Ahmad 18543, Abu Daud 4753, dishahihkan Syuaib al-Arnauth dan al-Albani)
Bagaimana Mereka Bisa Mencabut Ratusan Nyawa dalam Satu Waktu?
Ada dua pendekatan untuk menjawab tanda tanya ini.
Pertama, Manusia seringkali mempertanyakan hal yang ghaib, yang tidak mampu dijangkau akal pikirannya. Mereka bertanya demikian, karena dibenturkan dengan analoginya yang hanya bisa menjangkau kehidupan di dunia ini.
Padahal jika mereka menggunakan prinsip pasrah, tentu mereka bisa menyimpulkan bahwa logika alam dunia dengan logika alam ghaib itu berbeda, sehingga tidak mungkin dianalogikan.
Ketika kita mendapatkan informasi dari syariat bahwa ada malaikat yang bertugas mencabut nyawa manusia, yang harus kita lakukan adalah mengimani dan meyakininya dengan sepenuh hati.
Tanpa perlu mempertanyakan, bagaimana cara malaikat itu mencabut ratusan nyawa dalam satu waktu? Sementara masing-masing tentu butuh proses. Karena Allah Maha Kuasa untuk memberikan kemampuan kepada malaikatnya untuk melakukan hal itu.
Inilah yang disebut prinsip taslim, pasrah terhadap dalil. Dan prinsip ini yang ditekankan para ulama masa silam. Imam Ahmad dalam Ushul Sunnah mengatakan,
وليس في السنة قياس ولا تضرب لها الأمثال ولا تدرك بالعقول ولا الأهواء إنما هو الإتباع وترك الهوى
Dalam sunah (ajaran Nabi) tidak ada perbandingan, tidak boleh dibenturkan dengan perumpamaan, tidak bisa dijangkau akal dan hawa nafsu. Yang ada hanyalah mengikuti dan meninggalkan hawa nafsu. (Ushul Sunnah)
Yang dimaksud sunnah dalam keterangan Imam Ahmad di atas adalah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mampu dijangkau logika manusia.
Kedua, penjelasan sisi ghaib berdasarkan riwayat dari Mujahid
Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan,
وروي عن مجاهد أن الدنيا بين يدي ملك الموت كالطست بين يدي الإنسان يأخذ من حيث شاء
Diriwayatkan dari Mujahid bahwa dunia di hadapan malakul maut, layaknya sebuah piring di depan seorang manusia. Dia bisa mengambil sesuai yang dia kehendaki. (Tafsir al-Qurthubi, 14/94).
Sementara itu, sumber lain menyebutkan kondisi Malaikat Maut saat hendak mencabut nyawa manusia. Mereka ada yang tertawa dan menangis ketika mencabut nyawa, bahkan ada yang terkejut dan kaget.
ALLAH swt. bertanya kepada malaikat maut: “Apakah kamu pernah menangis ketika kamu mencabut nyawa anak cucu Adam?”
Maka Malaikat pun menjawab: “Aku pernah tertawa, pernah juga menangis, dan pernah juga terkejut dan kaget.”
“Apa yang membuatmu tertawa?”
“Ketika aku bersiap-siap untuk mencabut nyawa seseorang, aku melihatnya berkata kepada pembuat sepatu, ‘Buatlah sepatu sebaik mungkin supaya bisa dipakai selama setahun’,”.
“Aku tertawa karena belum sempat orang tersebut memakai sepatu dia sudah kucabut nyawanya.”
Allah swt. lalu bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?”
Maka malaikat menjawab: “Aku menangis ketika hendak mencabut nyawa seorang wanita hamil di tengah padang pasir yang tandus, dan hendak melahirkan. Maka aku menunggunya sampai bayinya lahir di gurun tersebut.
Lantas kucabut nyawa wanita itu sambil menangis karena mendengar tangisan bayi tersebut karena tidak ada seorang pun yang mengetahui hal itu.”
“Lalu apa yang membuatmu terkejut dan kaget?”
Malaikat menjawab: “Aku terkejut dan kaget ketika hendak mencabut nyawa salah seorang ulama Engkau. Aku melihat cahaya terang benderang keluar dari kamarnya, setiap kali Aku mendekatinya cahaya itu semakin menyilaukanku seolah ingin mengusirku, lalu kucabut nyawanya disertai cahaya tersebut.”
Allah swt bertanya lagi: “Apakah kamu tahu siapa lelaki itu?
“Tidak tahu, ya Allah.”
“Sesungguhnya lelaki itu adalah bayi dari ibu yang kaucabut nyawanya di gurun pasir gersang itu, Akulah yang menjaganya dan tidak membiarkannya.”
Sumber : Tribun Palembang